Senin, 11 Mei 2009

ISTANA TAMPAK SIRING

ISTANA TAMPAK SIRING

Bali yang terkenal memiliki berbagai macam keunikan dan atraksi – atraksi yang mampu menarik wisatawan untuk tidak henti – hentinya datang ke Bali yang kecil namun surga bagi wisatawan. Pulau dewata, Pulau seribu Pura, Island of paradise adalah beberapa sebutan untuk Bali bagi mereka – mereka yang sudah pernah mengunjungi Bali. Dengan kemajuan teknologi, SDM yang semakin berkualitas, serta Pelayanan di bidang pariwisata yang semakin di lengkapi dengan tersedianya fasilitas, akomodasi yang walaupun dalam perjalannya masih banyak memiliki kekurangan dan kebaikannya. Kebudayaan bali merupakan salah satu daya tarik yang banyak diminati oleh para wisatawan baik internasional ataupun domestic. Selain itu adanya situs – situs purbakala dan peninggalan sejarah juga menjadi salah satu kegemaran para wisatawan yang tidak akan terlewatkan oleh mereka jika berkunjung ke Bali.

Peninggalan sejarah berupa istana, candi, arca dan sebagainya sangat menarik antusias wisatawan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana sejarah bangunan atau peninggalan – peninggalan sejarah lainnya. wisata sejarah merupakan salah satu produk wisata dari sekian banyak produk wisata yang ditawarkan untuk mendatangkan wisatawan. Salah satunya yang merupakan peninggalan masa lampau yang saat ini masih bisa dinikmati dan tetap mendapat perhatian untuk keberadaannya adalah Istana Tampak siring.

Istana tampak siring merupakan salah satu dari ke enam istana Republik Indonesia yaitu Istana Merdeka (Palais Koningsplein), Istana Merdeka (Palais Rijwijk), Istana Bogor (Buitenzorg), Pesanggrahan (Tempat peristrirahatan Cipanas), Gedung Negara Yogyakarta dan Istana Tampak Siring. Istana ini dibangun oleh Presiden RI kita yang pertama setelah kemerdekaan. Lokasinya terletak di Desa dan Kecamatan Tampak sirirng, kabupaten Gianyar,± 46 km dari kota Denpasar. Jalan untuk menuju kesana cukup baik untuk dilewati, disamping itu juga banyak pemandangan indah yang bisa kita jumpai, udara yang segar dan menyejukkan, kehidupan masyarakat lokalnya yang terlihat teratur menjadi hal yang menarik untuk diamati selama perjalanan menuju ke Istana Tampak siring.

Sebelum memasuki kawasan Isatana Tampak siring terlihat beberapa kios – kios makanan, dan sebuah sekolah yang tepat berada di barat Gerbang Khusus kunjungan Kantor Istana Tampak Siring. Sebelum memasukki Istana tampak siring pengunjung harap lapor pada petugas keamanan disana, tidak mudah untuk masuk ke dalam istana karena serangan bom pada oktober 2002 yang menewaskan banyak orang tersebut, pengamanan istana lebih diperketat. Tidak semabarang orang atau pengunjung bisa memasuki istana Tampak siring tanpa persetujuan dan izin dari petugas. Kita harus mengajukan surat pengantar kepada Kepala Rumah Tangga Istana Tampak Siring dalam hal izin berkunjung

LOKASI

Istana Kepresidenan Tampaksiring berada di desa Tampaksiring. Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Pulau Bali, lebih kurang 40 kilometer dari Denpasar, terletak pada ketinggian lebih kurang 700 meter dpl dengan luas areal 25 hektar. Dari denpasar dapat ditempuh dengan waktu sekitar satu jam menggunakan kendaraan roda dua. Lokasi istana lebih tinggi dari daerah sekitarnya.

Dahulunya tanah seluas 25 hektar ini dimiliki oleh dua kerajaan yaitu kerajaan gianyar dan kerajaan tampak siring. Bagian utara dari Istana merupakan pusat perkantoran dan pendopo kemudian semakin ke timur terdapat wisma negara yang berhubungan dengan wisma merdeka melalui jembatan persahabatan. Dimurnya dengan jarak 55 meter dibawah bangunan istana terdapat Pura Tirta Empul dan pemandian. Untuk mencapai komplek dapat ditempuh melalui dua pintu pertama di bagian utara yaitu pintu khusus untuk kunjungan kantor, di bagian selatan pintu kunjungan untuk wisatawan dan pintu bagian tengah merupakan pintu protokol khusus dilalui oleh kunjungan Presiden dan tamu negara yang sedang berlibur ataupun sedang mengikuti konfrensi. Tapi tidak jarang konfrensi tersebut juga dilaksanakan di Istana Tampak Siring.

SEJARAH DIDIRIKAN

Bila dibandingkan dengan istana - istana kepresidenan yang berada di tengah kota besar yang sibuk atau di pinggir jalan raya yang ramai di Pulau Jawa, Istana Tampaksiring tampak istimewa. Ia bukan hanya terpencil sendiri di Pulau Bali, tapi juga seakan-­akan mengawasi seluruh kedamaian lanskap pulau itu. Memandang ke arah selatan dari salah satu sudut Istana, akan tampaklah jalan yang raya yang menghubungkan pantai barat dengan Singaraja di pantai timur. Ke arah utara pada pagi hari cerah, terlihat Gunung Batur, dan sedikit ke arah timur, Gunung Agung menjulang.

Istana Tampaksiring istimewa karena ia adalah satu-satunya Istana yang dibangun pada masa kemerdekaan. Agaknya, Presiden Soekarno telah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan bentangan tanah di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar itu. Matahari yang terbit dari belakang Gunung Agung, Pura Tirta Empul dengan kolam pemandiannya, hamparan teras sawah nun di bawah sana, juga suara sayup-sayup tetabuhan gamelan yang dibawa desir angina - semua itu telah menarik hati Bung Karno sejak menjejakkan kaki di sana.

Istana Tampak Siring yang mulai dibangun mulai Tahun 1957 selesai 1963 dengan pemrakarsanya adalah Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Kecintaan Bung Karno kepada pesanggrahan Tampaksiring membuat Raja Gianyar kemudian menyerahkan lahan pesanggrahan itu kepada negara. Pada 1955, Presiden Soekarno memerintahkan arsitek R.M. Soedarsono membuat rancang-bangun untuk Istana Kepresidenan di sana.

Pembangunan Istana Tampaksiring dipersiapkan pada 1956 oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Soedarsono sendiri adalah seorang arsitek di jawatan itu. Bangunan Wisma Merdeka mulai didirikan pada 1957 - di atas lahan pesanggrahan Raja Gianyar yang dirobohkan - di bawah pengawasan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Gianyar, Tjokorda Gde Raka.

Berbeda dengan bangunan-bangunan Istana Kepresidenan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, Istana Tampaksiring menonjolkan ciri keindonesiaan yang hangat. Tidak ada pilar-pilar besar yang menampilkan kesan keagungan dan kekuasaan duniawi. Rancang-bangunnya sangat fungsional, menonjolkan kesederhanaan dan fungsinya sebagai wisma peristirahatan. Batu-batu alam dan batubata halus khas Bali sengaja ditonjolkan untuk menciptakan corak kedaerahan. Ukiran batu paras dan tiang-tiang kayu gaya Bali teras dipadu dalam konsep arsitekturya, bukan sebagai elemen tambahan yang ditempelkan.

Konstruksi beton digunakan untuk menerjemahkan rancang-bangun yang menuntut bentangan-bentangan lebar. Semua bahan kayu jati serta bahan-bahan bangunan lainnya - ­kecuali pasir dan batubata - didatangkan dari Jawa. Adapun elemen artistiknya - ukiran kayu dan batu-dikerjakan oleh para seniman Bali.

Bung Karno sendiri memberi banyak masukan pada rancang-bangun Istana Tampaksiring yang cirinya kemudian menjadi unsur pengikat bagi bangunan-bangunan kepresidenan yang dibangun pada masanya. Paduan wama oranye muda - versi lembut dari wama natural batubata - dan abu-abu yang dipilih Bung Karno juga merupakan elemen kesamaan yang seakan tidak lekang oleh zaman. Beberapa bangunan yang mempunyai ciri arsitektur serupa adalah rumah pribadi Bung Karno di Batutulis, Bogor; Pesanggrahan Pelabuhan Ratu; dan Wisma Dyah Bayurini di kompleks Istana Bogor.

Salah satu dari arsitektur dari bangunan-bangunan Istana karya Soedarsono adalah penggunaan pipa-pipa sebagai susuran (railing) di beberapa teras. Sekilas tampak seperti susuran ­kapal, sebetulnya pipa-pipa itu juga berfungsi sebagai saluran air.

Pembangunan Istana Tampaksiring juga mempertimbangkan kondisi sosial lingkungan sekitar. Sebelum bangunan Istana didirikan, dibuatlah sebuah pusat kesehatan masyarakat dan pos polisi di Desa Manukaya. Unit pembangkit listrik yang dibangun khusus untuk Istana pun ikut dinikmati oleh masyarakat sekitar.

Tidak hanya terlibat dalam rancang-bangun, Bung Karno yang insinyur sipil itu juga banyak ikut serta dalam pelaksanaan konstruksi. Ia beberapa kali berkunjung ke Bali untuk melihat kemajuan pembangunan Istana Tampaksiring. Misalnya, ia cepat melihat ketika sebuah papan lis sepanjang 25 meter temyata tidak lurus terpasang. Kadang-kadang ia juga melakukan sejumlah perubahan kecil terhadap rancang-bangun secara langsung di lokasi.

Bung Karno menggagas pendirian sebuah kediaman presiden di Tampaksiring karena dengan semakin eratnya perhubungan dengan dunia - Indonesia mulai menerima banyak tamu negara yang banyak pula di antaranya yang menyatakan minat untuk mengunjungi Bali.

Sang presiden memang piawai memilih tempat-tempat yang akan dipakainya sebagai rumah hunian atau rumah tetirah. Untuk menentukan lokasi tanah bagi rumah kediaman pribadinya di kawasan Batutulis, Bogor, misalnya, ia menggunakan helikopter untuk memilih hamparan tanah yang mempunyai hadapan terbaik ke arah Gunung Salak. Namun Bung Karno tidak lagi memerlukan helikopter pada saat memilih lokasi tapak di Tampaksiring itu sebagai tempat untuk membangun Istana Kepresidenan. Dalam beberapa kali kunjungannya ke Bali sebelum 1955, ia sudah sering bermalam di rumah tetirah milik Raja Gianyar di Tampaksiring. Pada masa Raja Gianyar V dan VI, pesanggrahan itu banyak dimanfaatkan oleh para tamu asing, khususnya pejabat pemerintah Hindia - Belanda. Para orang tua di desa itu masih ingat bagaimana pesanggrahan itu tiba-tiba bersinar terang dengan cahaya lampu petromaks bila Bung Karno datang ke sana. Pada masa-masa awal kunjungannya ke Tampaksiring, selain ketiadaan listrik, Bung Karno juga masih menyaksikan betapa sulitnya orang memikul air mendaki lereng terjal untuk mencukupi kebutuhan di pesanggrahan.

Bung Karno juga menyukai beberapa pura yang terlihat magis di sekitar pesanggrahan Tampaksiring. Selain Pura Tirta yang berada di Tirta Empul, persis di bawah pesanggrahan terdapat Pura Tegeh dan Pura Puca di tengah hutan di belakang Tirta Empul, serta Pura Gunung Kawi yang tidak seberapa jauh dari pesanggrahan.

Sebuah lapangan pendaratan helikopter juga dibangun di seberang Wisma Merdeka, sesuai dengan kegemaran Bung Karno menggunakan helikopter setiap kali berkunjung ke Tampaksiring. Sebagai penyayang tanaman, Bung Karno dulu selalu meminta agar beberapa staf Istana memegangi pohon-pohon bougainville yang ditanam di dekat tempat pendaratan agar tidak rusak didera angin pusaran dari baling-baling helikopter.

Sentuhan pribadi Bung Karno juga sangat kental terasa pada berbagai elemen keindahan Istana Tampaksiring. Beberapa petugas Istana masih ingat betul betapa Bung Karno sangat terlibat dalam memilih jenis pohon yang akan ditanam serta di mana tepatnya pohon itu ditempatkan. Petugas-petugas taman diminta untuk memancangkan tiang bambu di tempat sebuah pohon akan ditanam. Bung Karno mengamati letak tiang bambu itu dari berbagai penjuru. Kadang-kadang, ia memerlukan waktu beberapa hari sebelum menyetujui letak pohon baru yang akan ditanam. Sebagai seorang insinyur, ia juga selalu memperhitungkan letakan pohon berdasar proyeksi ketika nantinya tumbuh menjadi besar.

Demikian pula ketika jika akan membuat kolam, Bung Karno biasanya meminta seutas tali panjang yang dipakainya untuk membentuk garis tepi kolam yang akan dibangun. Dengan tali itu ia membentuk kolam-kolam yang hingga kini menghiasi Istana Tampaksiring. Penempatan lukisan dan patung pun tidak lepas dari campur tangan Bung Karno.

Di hamparan pekarangan Istana Tampaksiring terdapat banyak pohon-pohon rindang, terutama beringin dan leci. Tiap bulan Desember, pohon-pohon leci di Istana Tampaksiring seperti juga pohon-pohon leci lainnya di Pulau Bali-menyuguhkan buahnya yang lebat dan lezat.

Bung Karno pun sering membawa bibit pohon bila pulang dari perjalanan muhibahnya ke luar negeri atau daerah-­daerah Indonesia lainnya. Bibit pohon kembang saputangan yang ditanam di depan Wisma Merdeka dibawa oleh Bung Karno ketika berkunjung ke Istana Malacanang di Filipina. Begitu cintanya Bung Karno pada tumbuh-tumbuhan sehingga pada masa itu ada ketentuan untuk membuat berita acara bila ada pohon yang tumbang atau rusak di lingkungan Istana Kepresidenan.

Beberapa pohon lain di Istana Tampaksiring juga merupakan oleh-oleh dari para pejabat negara. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Ahmad Yani, misalnya, membawa bibit tiga pohon cemara dari Irian Barat yang ditanam di dekat jembatan lengkung. Pohon itu untuk mengenang Operasi Trikora membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda.

Sejak pertengahan 1990-an, di hamparan hijau yang luas itu juga tampak beberapa ekor rusa merumput. Rusa-rusa ini didatangkan khusus dari Istana Bogor untuk menambah semarak Istana Tampaksiring.

Bung Karno jugalah yang secara pribadi mengisi Istana Tampaksiring dengan koleksi lukisan dan benda seni yang sangat kaya. Koleksi benda-benda seni itu antara lain diwakili oleh karya-karya pematung Bali yang terkenal, Cokot, serta pelukis-pelukis kenamaan seperti Le Mayeur, Rudolf Bonnet, Dullah, Sudarso, dan Agus Djaja. Di Istana Tampaksiring juga ditemui sebuah karya langka Rudolf Bonnet berupa lukisan pemandangan. Bonnet biasanya melukis sosok manusia.

Kecintaan Bung Karno kepada Bali, khususnya Istana Tampaksiring yang merupakan buah gagasannya, barangkali tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa ia sendiri. mempunyai garis darah Bali. Ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, adalah seorang guru yang didatangkan dari Jawa oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk mengajar di Bali. Pada saat berdinas di Banjar Bale Agung, Buleleng, itulah Soekemi jatuh hati pada Nyoman Rai Sarimben. Dari pasangan ini, lahirlah Sukarno pada 6 Juni 1901.

Bung Karno sendiri memang selalu dikenal mudah akrab dengan siapa saja khususnya dengan orang-orang di sekitarnya. Di Istana Bogor atau di Istana Cipanas misalnya, ia sengaja berbahasa Sunda dengan para staf Istana untuk menciptakan suasana keakraban. Bung Kamo yang lama tinggal di Bandung semasa mahasiswa, dan pernah menikah dengan putri Parahiangan Ibu Inggit Garnasih, tentu saja cukup fasih berbahasa Sunda. Dengan masyarakat di sekitar Istana TampaKsiring pun Bung Karno terkenal sangat akrab. Pernah pada suatu hari ia turun ke Tirta Empul dan membagi-bagi sabun mandi kepada semua orang yang sedang mandi di sana. Bung Karno juga sering duduk minum kopi sambil menikmati jajanan yang disuguhkan masyarakat

Desa Manukaya setiap kali ia berkunjung ke rumah-rumah penduduk. Dalam kunjungan informal seperti itu ia selalu membawa sesedikit mungkin pengawal. Istana Tampaksiring pada masa Bung Karno merupakan tempat yang terbuka bagi masyarakat. Di dekat pintu masuk, misalnya, Bung Karno mengizinkan lapangannya dipakai oleh masyarakat desa untuk bermain sepak bola. Masyarakat pun bebas melintasi kompleks Istana menuju ke Tirta Empul untuk melakukan ibadah dan upacara-upacara keagamaan. Sekarang bahkan dibuatkan koridor yang merupakan jalan pintas khusus menyusuri lembah bagi masyarakat Desa Manukaya untuk meneapai Tirta Empul.

Selain itu sejarah pembangunannya nama Tampak Sirirng tersebut juga memliki sejarahnya dapat dilihat nyata di timur bagian bawah ke selatan dinding-dinding bukit yang miring seperti itulah merupakan asal nama Tampaksiring - dalam bahasa Bali berarti "telapak yang miring:' (telapak) dan siring (miring). Makna kedua kata itu konon terkait dengan sepotong legenda yang tersurat dan tersirat pada lontar yang menyebutkan bahwa nama itu berasal dari bekas jejak telapak kaki seorang raja bernama Mayadanawa. Menurut lontar "Mayadanawantaka", raja ini merupakan putra dari Bhagawan Kasyapa dengan Dewi Danu. Namun sayang raja yang pandai dan sakti ini memiliki sifat angkara murka, berhasrat menguasai dunia dan mabuk kekuasaan. Terlebih ia mengklaim dirinya sebagai Dewa yang mengharuskan rakyat untuk menyembahnya.

Lantaran tabiat buruk yang dimilikinya itu, lantas Batara Indra marah, bergerak menyerbu dan menggempurnya dibantu bala tentara yang gagah berani. Sembari berlari masuk hutan, Mayadanawa berupaya mengecoh pengejarnya dengan memiringkan telapak kakinya saat melangkah. Sebuah tipuan yang ia coba tebar agar para pengejar tak mengenali jejaknya. Konon dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bisa berubah-ubah wujud.

Namun, sepandai-pandai ia menyelinap, ketangkap juga oleh para pengejarnya. Kendati sebelum itu ia sempat menciptakan mata air beracun, yang menyebabkan banyak bala tentara menemui ajal setelah mandi dan meminum air tersebut. Lanjut sebagai tandingan, Batara Indra menciptakan mata air penawar racun itu. Air penawar itulah kemudian disebut dengan Tirta Empul (air suci). Begitulah, sedari masa itu Tirta Empul dipandang sebagai tempat suci oleh rakyat umat Hindu di Bali. Dari sana pula munculnya sebuah sungai yang bernama Pakerisan, yang kemudian juga melintas di antara tebing Gunung Kawi. Sedangkan kawasan hutan yang dilewati Mayadanawa -- berjalan memiringkan telapak kakinya -- dikenal dengan nama Tampaksiring.

BANGUNAN – BANGUNAN PENTING DARI ISTANA TAMPAK SIRING

Kompleks Istana Kepresidenan Tampaksiring kini terdiri dari empat wisma satu pendopa/wantilan dan ruang konferensi. Gedung-gedung induk/utama Istana Kepresidenan Tampaksiring dibangun secara terpencar di atas lahan seluas lebih dari 19 hektar. Dua gedung utama diberi nama Wisma Merdeka dan Wisma Negara, tiga gedung utama yang lainnya diberi nama Wisma Yudhistira, Wisma Bima, pendopo/wantilsn dan gedung konferensi.

WISMA MERDEKA

Wisma Merdeka - luasnya 1.200 M2 - terdiri dari sembilan kamar Ruang Tidur I dan Ruang Tidur II Presiden, Ruang Tidur Keluarga, Ruang Tamu, Ruang Kerja, yang penataannya demikian indah, berhiaskan patung-patung serta lukisan-lukisan pilihan. Wisma Merdeka adalah bagian Istana yang merupakan hunian bagi Presiden dan keluarganya. Bangunan yang sangat luas ini mempunyai sebuah ruang tidur utama yang tidak seberapa luas, serta beberapa ruang tidur bagi anggota keluarga dan dokter pribadi Presiden. Ruang makan dan ruang tamu adalah bagian - bagian yang terluas di Wisma Merdeka ini. Di bagian utara pintu belakang ruang kamar I khusus presiden terdapat pahatan dari batu paras yang menceritakan tentang Mayadenawa. Dan sebuah kolam yang menambah kesan sangat sejuk dan asrinya wisma ini. Dari timur wisma terdapat pelinggih , kolam kecil serta sebuah patung berwujud seorang laki – laki telanjang sedang mencari duri pada telapak kaki kiri yang ditumpangkan diatas lutut kaki kanannya. dan dari sana kita dapat melihat pemandangan Tirta Empul dan sebuah kolam yang dulunya merupakan pemandian kini menjadi sebuah kolam ikan. Dibagian utara terdapat kolam dan jembatan persahabatan yang menghubungkan wisma merdeka dengan wisma negara. Dibagian selatan Wisma merdeka terdapat heliped yang sangat luas dan garasi mobil kepresidenan.

Interior ruangan ini sangat klasik bernuansa eropa dan untuk kamar utamanya sebuah pintu gebyok dengan nuansa biru, di depan kamar ini terdapat ruang tamu yang cukup luas dan di baratnya terdapat ruang makan yang luas juga. Wisma ini mencolok karena merupakan ruangan utama dan merupakan tempat peristirahatan untuk presiden beserta keluarganya.

WISMA NEGARA

Wisma Negara - luasnya 1.476 M2 – terdapat tujuh kamar yang terdiri dari Ruang Tamu Negara. Ruang makan, kamar. Bagian utama Wisma Negara juga sama dengan bagian utama Wisma Merdeka; wisma ini dibangun di atas tanah berbukit dan kedua bukit yang menopang kedua wisma ini dipisahkan oleh celah bukit yang cukup dalam (lebih kurang 15 meter). Kedua wisma ini dihubungkan oleh jembatan sepanjang 40 meter dengan lebar 1,5 meter. Tamu - tamu negara dari negara-negara sahabat, yang datang berkunjung untuk membina persahabatan, selalu diantar melalui jembatan ini dari Wisma Merdeka ke Wisma Negara. Itulah sebabnya, jembatan ini disebut Jembatan Persahabatan.

Wisma Merdeka dan Wisma Negara merupakan dua bangunan di kompleks Istana Tampaksiring yang paling banyak menampilkan ciri arsitektur Bali. Beberapa bagian kedua wisma itu memakai dinding teterawangan, yaitu tembok dengan ukiran timbul dan berlubang khas Bali. Juga banyak dijumpai elemen arsitektur dari ukiran kayu yang dicat dengan nuansa wama biru dan emas. Sedangkan atapnya terbuat dari sirap dengan pasangan biasa seperti pada perumahan kota - tanpa anjungan yang megah tetapi bukan pula seperti bubungan atap rumah Bali.

Suasana khas Bali meliputi setiap tamu negara yang memasuki halaman. Berbeda dari penyambutan tamu agung di Istana Merdeka yang biasanya disertai dengan kemegahan upacara militer di dekat tangga istana, tamu negara di Istana Tampaksiring disambut dengan upacara kebesaran tradisional setelah mobilnya memasuki Candi Bentar. Sang tamu biasanya disambut dengan tari pendet - ucapan selamat datang diikuti dengan taburan bunga ke arah sang tamu dan jalan yang hendak dilaluinya.

Salah seorang tamu negara pada 1957, Raja Thailand Bhumibol Adulyadey dan permaisurinya, Ratu Sirikit, yang berkunjung ke Bali terpaksa menginap di Wisma Merdeka yang belum sepenuhnya rampung ketika itu. Wisma Negara, bagian untuk tamu negara, baru dibangun pada tahap kedua dan selesai pada 1963. Sejak itu, berbagai kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara sahabat tercatat pemah bertetirah di Istana Tampaksiring. Mereka antara lain adalah Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Presiden Ho Chi Minh (Vietnam), Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India), Perdana Menteri Nikita Kruschev (Uni Soviet), Ratu Juliana dan Pangeran Bemhard (Belanda), Putra Mahkota Akihito dan Putri Michiko (Jepang), Presiden Ne Win (Birma), Pangeran Norodom Sihanouk (Kamboja), clan Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar.

Untuk melayani Presiden dan tamu-tamu negara secara memuaskan, pada awalnya penyelenggaraan layanan untuk Istana Tampaksiring dilaksanakan melalui kerja sama dengan Bali Beach Hotel, hotel bertaraf internasional pertama di Bali. Di kemudian hari, pelayanan di semua Istana Kepresidenan dilaksanakan sendiri oleh pegawai Rumah Tangga Kepresidenan yang kemudian berubah nama menjadi Sekretariat Presiden. Dari semua Istana Presiden, Istana Tampaksiring kini mempunyai fasilitas dapur dan laundry yang setara dengan hotel berbintang lima.Pada zaman pemerintahan Gusdur, wisma ini mengalami sedikit perubahan hal ini dilakukan untuk menunjang kebutuhan Gusdur.

Agak jauh terpisah dari kedua Wisma ini adalah Wisma Yudhistira untuk para menteri dan pejabat tinggi negara, serta Wisma Bima untuk para pengawal dan petugas keamanan.

WISMA YUDISTHIRA

Wisma Yudhistira terletak di sekitar tengah kompleks Istana Tampaksiring. Luasnya 1.825 M2. terdapat tujuh belas kamar dengan ruang utamanya yaitu lobi Wisma ini merupakan tempat menginap rombongan Presiden atau rombongan tamu negara yang sedang berkunjung ke Istana Tampaksiring; ruang-ruang atau kamar-kamarnya juga untuk tempat peristirahatan para petugas yang melayani Presiden beserta keluarga dan para tamu negara.

WISMA BIMA

Wisma Bima terletak di sebelah selatan Wisma Merdeka; luasnya 2.000 M2, rampung pada awal tahun 1963. Perabot yang berada di dalamnya tertata sesuai dengan fungsinya sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petugas yang melayani Presiden beserta keluarga atau para tamu negara.

PENDOPO/ WANTILAN

Salah satu bangunan yang tidak sempat diselesaikan pada masa Presiden Sukarno adalah Balai Wantilan atau pendapa yang sepenuhnya dibangun mengikuti arsitektur tradisional Bali. Bangunan ini beratap ilalang kini sudah diganti sirat, dan tiang-tiangnya dari batang kelapa. Namun pada tahun 2003 pendopo atau wantilan yang baru dibangun dengan bentuk yang sama seperti pendopo yang lama yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan pertimbangan keamanan, tiang-tiang dari batang kelapa ini kemudian diganti dengan tiang beton yang mirip dengan bentuk batang kelapa. Dinding bagian belakangnya dihiasi dengan relief batu paras, yang menggambarkan kisah Ramayana. Balai Wantilan ini difungsikan sebagai tempat untuk pergelaran kesenian. Panggungnya dihiasi dengan latar belakang Candi Bentar dan dua patung kayu Garuda Wisnu.

GEDUNG KONFERENSI

Untuk kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV, yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-8 Oktober 2003, Istana dibangun gedung baru diberi nama Graha Bung Karno oleh Megawati. Fungsinya untuk Konferensi beserta fasilitas-fasilitasnya. Gedung ini dipergunakan untuk konferensi. Namun, ruang utamanya dapat juga dipergunakan sebagai ruang resepsi dan ruangan jamuan makan malam kenegaraan. Fasilitas-fasilitas gedung pertemuan ini dipakai sebagai ruang para kabinet dan rapat para kepala Negara, pernah juga dipakai sebagai tempat jamuan keluarga oleh Yusuf Kalla pada malam pergantian tahun 2008. beliau berkumpul bersama keluarga dan merayakan pergantian tahun. Pada zaman kepemimpinan Megawati di dalam ruang konferensi pernah dipasang foto Soekarno dalam ukuran besar. Tetapi setelah beliau tidak memimpin lagi foto tersebut disimpan kembali.

BANGUNAN ISTIMEWA : JEMBATAN PERSAHABATAN

Antara Wisma Merdeka dan wisma negara terdapat sebuah jembatan penghubung yang diberi nama jembatan persahabatan .Jembatan yang membentang sekitar 20 meter di atas lembah. Jembatan berarsitektur khas ini dihiasi dengan gantungan di sepanjang jembatan berupa uang kepeng yang di jalin dengan benang merah sangat unik dan menambah kesan kental Pulau Bali walaupun merupakan salah satu sisi fotogenik di lingkungan Istana Tampaksiring. Jembatan dengan konstruksi beton lengkung yang cantik ini, diberi nama Jembatan Persahabatan karena menghubungkan Wisma Merdeka yang dihuni oleh Presiden Republik Indonesia dan Wisma Negara yang diperuntukkan para kepala negara sahabat.

Dari jembatan ini dapat dilihat pemandangan ke arah timur maupun barat. Pada bagian bawah jembatan terdapat jalan yang menghubungkan desa disebelah utara komplek istana dengan mata air dan tempat pemandian di sebelah timur Istana. Dibawah jembatan ini dapat kita lihat jalan keluar dari sebuah terowongan yang digunakan dahulunya oleh masyarakat untuk turun ke pemandian.

RENOVASI – RENOVASI LAINNYA.

Renovasi interior yang dilakukan pada tahun 2003 telah meningkatkan kenyamanan Istana Tampaksiring sesuai dengan gaya hidup modern tanpa meninggalkan konsep desain aslinya. Renovasi ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan juga oleh selera dari masing – masing peminpin Republik Indonesia ini. Semua kamar mandi di Wisma Merdeka dan Wisma Negara, misalnya, diubah agar sesuai dengan standar kamar mandi hotel berbintang lima. Tetapi, mebel bergaya art deco yang dihadirkan Bung Kamo di Istana Tampaksiring - dan sempat digudangkan pada masa Presiden Soeharto - sekarang kembali menghiasi Istana Tampaksiring.

Tatanan di ruang utama di Wisma Merdeka, hingga kini masih belum berubah. Interior yang bernuansa biru dengan beberapa lukisan yang sangat menawan. Sofa putih yang bergaya art deco sangat antik tetapi tidak ketinggalan zaman. Di kepala tempat tidur masih tergantung lukisan Dullah - yang menggambarkan pemandangan Gunung Batur - yang dulu ditempatkan sendiri oleh Bung Karno. Mebel-mebel di kamar itu pun masih sesuai dengan aslinya, kecuali dipan pijat di kamar mandi yang dulu dipakai Bung Karno - sekarang telah dikeluarkan.

Ruang kerja kecil di sebelah ruang tidur Presiden pun dikembalikan pada bentuk aslinya ketika digunakan Bung Karno untuk menulis pidato-pidato kenegaraan. Di situ tergantung lukisan Agus Djaja yang menggambarkan seorang putri sedang dilayani dayang-dayangnya.

Istana Tampaksiring adalah rumah tetirah kepresidenan yang juga dipakai untuk pertemuan-pertemuan informal bernuansa politik, ataupun yang kemudian menghasilkan keputusan-keputusan politik. Di Istana ini, Presiden Ne Win dari Burma melakukan perundingan dengan Presiden Soeharto pada 1982. Pertemuan informal antara Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Presiden Taiwan Lee Teng-hui pernah pula terjadi di sini untuk membicarakan berbagai isu strategis hubungan Indonesia-Taiwan.

Pada masa Presiden Megawati didirikan gedung konferensi yang diberi nama Graha Bung Karno. Mengejar penyelenggaraan KTT ASEAN pada tahun 2003, pembangunannya dikerjakan siang-malam oleh 500 tenaga kerja selama kurang lebih enam bulan. Desainnya dibuat oleh Kris Danubrata, dengan relief wajah Bung Karno dari samping pada dinding utama. Di gedung yang dapat menampung 300 undangan jamuan santap inilah para pemimpin ASEAN itu menghasilkan Bali Accord.

Penyelenggaraan KTT ASEAN pada 2003 itu pula yang mendorong percepatan renovasi interior di hampir seluruh bagian Istana Tampaksiring. Selain itu juga dilakukan penataan ulang lukisan -lukisan dan benda-benda seni di kompleks Istana.

Lukisan-Iukisan terbaik Ida Bagus Made Poleng yang sempat dibawa keluar Istana Tampaksiring, misalnya, sekarang telah kembali ke tempat asalnya. Seluruh pekerjaan renovasi Istana semasa Presiden Megawati ini dilaksanakan oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dan dipimpin langsung oleh Menteri Ir. Sunarno. Hal ini bagaikan mengulangi sejarah-hampir setengah abad sebelumnya, pembangunan Istana Tampaksiring dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum.

LAIN – LAIN

Istana Tampaksiring juga merupakan Istana yang paling dicintai Presiden Megawati. Ia bisa menghabiskan waktu seharian penuh melampiaskan kesukaannya berkebun di halaman Istana yang luas. Ketika mengetahui bahwa beberapa pohon kamboja tua di Bali yang sudah berusia seratus tahun lebih mulai diincar oleh pembeli dari mancanegara, ia segera berusaha mencegahnya dengan cara membelinya. Pohon-pohon kamboja yang batangnya sebesar pelukan orang dewasa sekarang sudah menghiasi halaman belakang Istana Tampaksiring.

Hampir dalam setiap kunjungannya, Presiden Megawati membawa berbagai pohon buah-buahan, Bunga, pepohonan dari Jawa, Irian jaya, untuk ditanam di Tampaksiring. Salah satunya bunga yang menarik yang dapat kita jumpai pada sepanjang pagar untuk rusa terdapat bunga yang daunnya merambat yang menarik adalah warna dari bunga tersebut yaitu biru jehijau – hijauan. Untuk membantunya merancang lanskap Istana Tampaksiring, Ibu Mega juga mempekerjakan seorang ahli lanskap dari Jerman. Ini mengulangi pengalaman masa lalu akan kehadiran non-birokrat untuk melaksanakan penataan Istana Presiden Republik Indonesia yang dulu pernah dilakukan Bung Karno ketika mempekerjakan tiga orang pelukis Istana - Dullah, Lee Man Pong, dan Lim Wa Sim. Demikian pula, Presiden Megawati menunjuk seorang non-birokrat, Kris Danubrata ke dalam lingkungan Istana Presiden untuk menata ulang seluruh interior istana dan melakukan pembenahan aset -aset seni yang sangat berharga.

Ciri yang menonjol di kompleks Istana Tampaksiring ini adalah ruang-ruang antara sangat Iuas yang memisahkan bangunan satu dengan lainnya. Bentangan luas lahan yang berbukit itu benar-benar dimanfaatkan secara penuh untuk menampilkan keasrian Tampaksiring dan keanggunan Istana Kepresidenan.

Adapun jalan aspal di bawah Jembatan Persahabatan dipergunakan oleh masyarakat untuk mencapai kolam Tirta Empul Setiap tahun ribuan penduduk datang untuk menyucikan diri di sana. Kolam utama Tirta Empul sendiri tidak boleh dipakai untuk mandi dan hanya bisa diziarahi oleh orang yang berpakaian adat Bali. Di tengah air kolam yang jernih itu terlihat pasir mengepul, yang terdorong oleh pancaran dari sumber air. Sedangkan sebuah pemandian yang terletak beberapa meter dari kolam utama selalu dipergunakan masyarakat setiap hari, tetapi puncaknya adalah hari raya Galungan (Hari Kemenangan Kebenaran) dan Saraswati (Hari Pendidikan). Dengan menuruni lebih dari seratus anak tangga, kompleks Tirta Empul dapat dicapai langsung dari Wisma Merdeka.

Masyarakat boleh juga melewati jalan di pekarangan utara Istana ketika ada upacara adat di Tirta Empul, yaitu ketika iring-iringan yang menjunjung persembahan itu tidak boleh lewat di bawah Jembatan agar tak dilangkahi orang yang lewat di situ. Ini adalah juga ciri khas Istana Tampaksiring yang berbeda dari kelima istana yang lain: yaitu bahwa Istana ini bukanlah lambang kekuasaan melainkan eratnya hubungan antara rakyat dengan sang Presiden.

Pada malam bulan purnama kedamaian terasa mencapai puncaknya di lingkungan Istana Tampaksiring. Bulan bundar di langit bersih dan angin sepoi membawa alunan seruling dan gamelan dari upacara keagamaan di Pura Tirta Empul.

TAMU – TAMU YANG PERNAH BERKUNJUNG KE ISTANA TAMPAK SIRING

Sejak dirancangnya / direncanakan, pembangunan Istana Kepresidenan Tampaksiring difungsikan untuk tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga dan bagi tamu-tamu negara. Usai pembangunan istana ini, yang pertama berkunjung dan bermalam di istana adalah pemrakarsanya, yaitu Presiden Soekarno. Tamu Negara yang bertama kali menginap di istana ini ialah Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand, yang berkunjung ke Indonesia bersama permaisurinya, Ratu Sirikit (pada tahun 1957).

Menurut catatan, tamu-tamu negara yang pernah berkunjung ke Istana Kepresidenan Tampaksiring, antara lain adalah:

  1. Presiden Ne Win dari Birma ( sekarang Myanmar),
  2. Presiden F. Marcos dari Filipina
  3. Presiden J. Broz Tito dari Yugoslavia
  4. Perdana Menteri Hussen Oon dari Malaysia
  5. Perdana menteri Lee Kwan Ye dari Singapura
  6. Perdana Menteri Kukrit Pramoj dari Muangthai
  7. Presiden Ho Chi Minh dari Vietnam,
  8. Perdana Menteri J. Nehru dari India,
  9. Perdana Menteri Khruchev dari Uni Soviet,
  10. Ratu Juliana dari Negeri Belanda
  11. Presiden republik Turki Kenan Evren beserta Nyonya Senai Gurvit
  12. Ketua dewan Kepresidenan Republik Federasi Sosialis Yugoslavia Peter Stambolic
  13. Presiden Republik Democratik Kamboja Orodom Sihancuk serta Nyonya dan Puteri Monique
  14. Perdana Menteri Papua Newguinia Michael Somare
  15. Puteri Maha Sakri Sirindhorn, Muangthai
  16. Kaisar Hirihito dari Jepang.
  17. Tamu negara untuk KTT ASEAN
  18. Tamu Negara berupa Ektradisi dari IPU (Internasional Parlement Union)

(Istana Kepresidenan RI , 1982 - 2005, Sekretariat Presiden RI)

ISTANA TAMPAK SIRING SEBAGAI OBYEK WISATA

Seiring perkembangan zaman banyak wisatawan yang mulai berdatangan untuk mengunjungi istana baik internasional ataupun domestik. Sebelum tragedi Bom Bali, untuk masuk ke dalam kawasan istana, Proses izinnya sangat mudah karena langsung diproses oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap perijinan. Tetapi sejak tragedi Bom tersebut penjagaan terhadap siapapun yang keluar masuk istana kini sangat diperketat selururh izin harus diproses terlebih dahulu apabila sudah disahkan barulah pengunjung akan dihubungi sesuai dengan tanggal permintaan kunjungan. Setiap pengungjung baik perorangan atau kelompok akan diantar oleh pemandu dan beberapa pengawal apabila itu diperlukan misalnya jumlah wisatawan yang masuk maximal 20 orang sekaligus maka rombongan ini akan dipandu dengan pengamanan selama 45 menit. Untuk keseluruhan kawasan ada 17 titik kamera untuk memantau semua kegiatan yang terjadi di Istana Tampak Siring.

Berbeda dengan obyek wisata lainya di Bali. Para pengunjung yang masuk harus mentaati peraturan yang telah ditentukan yaitu:

  1. Berpakaian sopan dan rapih

- Untuk Pria : Kemeja, celana panjang lengkap dengan ikat pinggang, bersepatu (Bukan pakaian santai atau celana jean dan T-Shirt:

- Untuk Wanita : gaun paling pendek sebatas bawah lutut, blus berlengan, setelan celana panjang atau busana muslim dan bersepatu.

  1. Harus sesuai dengan daftar yang diajukan, diluar daftar tersebut tidak diperkenankan masuk;
  2. Tidak diperkenankan:
    • Memakai celana pendek, kaos T- Shirt, Baju tanpa lengan, rok mini, jeans, sandal kecuali seragam pengisi acara
    • Membawa senjata api, senjata tajam dan obat – obatan terlarang
    • Membawa tas dan pembungkus lainnya
    • Membawa makanan dan minuman selama berkunjung di dalam istana
    • Makan di areal istana
    • Membawa anak – anak di bawah umur 10 tahun/ Kelas 4 SD
    • Memotret/berfoto ditempat yang bertanda ”DILARANG MEMOTRET’
    • Menyentuh/Memegang benda – benda koleksi atau lukisan – lukisan
    • Membawa binatang peliharaan
  3. Dalam setiap rombongan hanya satu juru foto yang diperkenankan membawa kamera dan berfoto ditempat yang telah ditentukan
  4. Batas bagi rombongan sampai dengan pukul 13.00 Wita;
  5. Mengikuti petunjuk – petunjuk petugas
  6. Tidak dipungut biaya apapun
  7. Surat ijin masuk ini dapat dibatalkan sewaktu – waktu apabila ada acara di lingkungan Istana Presiden yang bersangkutan

Perkembangannya sebagai sebuah istana kepresidenan membawa daya tarik tersendiri. Sebuah wisata sejarah dapat dibentuk dan dikembangkan untuk menarik minat para wisatawan terutama pelajar yang nantinya diharapkan dapat menjaga keutuhan sejarah dari Istana Tampak Siring ini.

1 komentar:

  1. ini artikel yang bagus, terima kasih.
    ini mempermudah saya untuk mengenal istana tampaksiring

    BalasHapus

Pengikut