Senin, 04 Mei 2009

Tampak Siring


Istana tampak siring merupakan salah satu dari ke enam istana Republik Indonesia yaitu Istana Merdeka (Palais Koningsplein), Istana Merdeka (Palais Rijwijk), Istana Bogor (Buitenzorg), Pesanggrahan (Tempat peristrirahatan Cipanas), Gedung Negara Yogyakarta dan Istana Tampak Siring. Istana ini dibangun oleh Presiden RI kita yang pertama setelah kemerdekaan. Lokasinya terletak di Desa dan Kecamatan Tampak sirirng, kabupaten Gianyar,± 46 km dari kota Denpasar. Jalan untuk menuju kesana cukup baik untuk dilewati, disamping itu juga banyak pemandangan indah yang bisa kita jumpai, udara yang segar dan menyejukkan, kehidupan masyarakat lokalnya yang terlihat teratur menjadi hal yang menarik untuk diamati selama perjalanan menuju ke Istana Tampak siring.

Sebelum memasuki kawasan Isatana Tampak siring terlihat beberapa kios – kios makanan, dan sebuah sekolah yang tepat berada di barat Gerbang Khusus kunjungan Kantor Istana Tampak Siring. Sebelum memasukki Istana tampak siring pengunjung harap lapor pada petugas keamanan disana, tidak mudah untuk masuk ke dalam istana karena serangan bom pada oktober 2002 yang menewaskan banyak orang tersebut, pengamanan istana lebih diperketat. Tidak semabarang orang atau pengunjung bisa memasuki istana Tampak siring tanpa persetujuan dan izin dari petugas. Kita harus mengajukan surat pengantar kepada Kepala Rumah Tangga Istana Tampak Siring dalam hal izin berkunjung

Istana Kepresidenan Tampaksiring berada di desa Tampaksiring. Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Pulau Bali, lebih kurang 40 kilometer dari Denpasar, terletak pada ketinggian lebih kurang 700 meter dpl dengan luas areal 25 hektar. Dari denpasar dapat ditempuh dengan waktu sekitar satu jam menggunakan kendaraan roda dua. Lokasi istana lebih tinggi dari daerah sekitarnya.

Tampak Sirirng tersebut juga memliki sejarahnya dapat dilihat nyata di timur bagian bawah ke selatan dinding-dinding bukit yang miring seperti itulah merupakan asal nama Tampaksiring - dalam bahasa Bali berarti "telapak yang miring:' (telapak) dan siring (miring). Makna kedua kata itu konon terkait dengan sepotong legenda yang tersurat dan tersirat pada lontar yang menyebutkan bahwa nama itu berasal dari bekas jejak telapak kaki seorang raja bernama Mayadanawa. Menurut lontar "Mayadanawantaka", raja ini merupakan putra dari Bhagawan Kasyapa dengan Dewi Danu. Namun sayang raja yang pandai dan sakti ini memiliki sifat angkara murka, berhasrat menguasai dunia dan mabuk kekuasaan. Terlebih ia mengklaim dirinya sebagai Dewa yang mengharuskan rakyat untuk menyembahnya.

Lantaran tabiat buruk yang dimilikinya itu, lantas Batara Indra marah, bergerak menyerbu dan menggempurnya dibantu bala tentara yang gagah berani. Sembari berlari masuk hutan, Mayadanawa berupaya mengecoh pengejarnya dengan memiringkan telapak kakinya saat melangkah. Sebuah tipuan yang ia coba tebar agar para pengejar tak mengenali jejaknya. Konon dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bisa berubah-ubah wujud.

Namun, sepandai-pandai ia menyelinap, ketangkap juga oleh para pengejarnya. Kendati sebelum itu ia sempat menciptakan mata air beracun, yang menyebabkan banyak bala tentara menemui ajal setelah mandi dan meminum air tersebut. Lanjut sebagai tandingan, Batara Indra menciptakan mata air penawar racun itu. Air penawar itulah kemudian disebut dengan Tirta Empul (air suci). Begitulah, sedari masa itu Tirta Empul dipandang sebagai tempat suci oleh rakyat umat Hindu di Bali. Dari sana pula munculnya sebuah sungai yang bernama Pakerisan, yang kemudian juga melintas di antara tebing Gunung Kawi. Sedangkan kawasan hutan yang dilewati Mayadanawa -- berjalan memiringkan telapak kakinya -- dikenal dengan nama Tampaksiring.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut